Muaskan Hasrat Di Ruangan Gym
Cerita sex muaskan hasrat di ruangan gym. Suatu hari cutiku di Bandung, aku menyempatkan diri untuk kebugaran, menjaga kondisi tubuhku. Aku bekerja di Jakarta, di sebuah event organizer ternama. Hampir setiap dua hari sekali sehabis pulang kerja aku fitnes di sebuah hotel, dengan peralatan fitnes yang lengkap
Maklum, pekerjaanku membutuhkan vitalitas tinggi. Maka walaupun libur di Bandung, atau tepatnya pulang ke kampung halaman, aku tidak pernah melewatkan olahragaku yang satu ini, aku Ari,Usiaku 30 tahun, dan belum menikah. Tentunya hal ini merupakan keuntunganku untuk bisa menikmati masa bujang lebih lama, bersenang-senang dan menjalani hidup.
Sebenarnya tujuan kebugaranku semula adalah iseng, ingin melihat wanita-wanita seksi berpakaian ketat (baju senam), tapi akhirnya terasa manfaatnya, otot perutku rata, bisep dan trisepku terbentuk, hingga membuatku percaya diri. Tapi tentunya kegiatanku ngaceng wanita berpakaian seksi tidak pernah kulewatkan. Sambil menyelam minum air he he he.
Ok, akhirnya kupilih sebuah hotel di daerah Asia Afrika. Aku membiasakannya tidak langsung pulang ke rumahku. Satu hari cutiku, kumanfaatkan untuk menikmati Bandung sendirian, dibandingkan dengan orang-orang di rumah. Orang tuaku termasuk gaya lama, yang penuh dengan aturan ketat, meskipun saya sadar hal itulah yang dapat membuat hidup mandiri.
Hari itu masih sakit sekitar pukul 16.30. Setelah saya check in dan beristirahat sebentar, kumanfaatkan fasilitas kebugaran gratisku. Aku mulai mengganti bajuku dengan celana pendek dan t-shirt tanpa lengan.
Ketika aku memasuki ruang kebugaran, aku melihat sekelilingnya, masih agak kosong. Hanya ada beberapa pria di beberapa alat. Hmm, ini bukan hari keberuntunganku, pikirku sambil berjalan menuju sepeda statistik. Ku kayuh sepeda itu sekitar lima menit dan beralih ke beberapa alat lainnya.
Sepuluh menit menjelang pukul lima sore, satu, dua wanita masuk. Oke, ini bukan hari sialku. Aku makin semangat menarik beban. Diikuti beberapa wanita lainnya, yang tentunya berpakain senam, warna-warni, ada yang memakai celana panjang cutbray dan kaos ketat, celana pendek dan atasan model sport bra, menambah indahnya pemandangan tempat fitnes tersebut. Beberapa di antaranya ada yang duduk, ada yang ngobrol, cekikikan, dan mencoba beberapa alat. Oh, mungkin mereka mau ber-aerobik, pikirku.
Betul saja ketika seorang wanita berpakaian seperti mereka masuk dan menotak-ngatik tape compo, dan terdengarlah suara musik house dengan tempo cepat. Masing-masing mereka menyusun barisan dan mulai bergerak mengikuti instruktur. Gerakan demi gerakan mereka ikuti. Masih hangat.
Tiba-tiba seorang wanita masuk, sangat cantik dibandingkan mereka, tinggi 165 kira-kira, rambut panjang melingkari buntut kuda, memakai pakaian senam bahan lycra mengkilat warna krem dengan model tank top dan g-string di pantatnya. Bongkahan pantatnya tertutup lycra ketat warna krem lebih muda, sehingga menyerupai warna kulit tangan yang kuning langsat hingga kaki yang tertutup kaos kaki dan sepatu.
Wow, sangat seksi. Tak sengaja kulihat bagian dadanya karena handuk yang digantung di pundaknya dikursi dekat dengan alat yang kupakai. Tonjolan putingnya terlihat jelas sekali, menghiasi cetakan indah yang kira-kira 36B ukurannya. Sedikit melirik ke arahku lalu akhirnya mencari barisan yang masih kosong dan mengikuti gerakan instruktur. Dadaku berdegup kencang pada saat dia melirik meski hanya sedetik.
Gerakan demi gerakan instruktur diikutinya, mulai dari gerakan pemanasan hingga gerakan cepat lompat-lompat sehingga bongkahan payudaranya bergerak turun naik. Batangku mulai membengkak seiring dengan gerakan lincahnya si dia. Mataku terus bersinggungan pada si dia. Posisiku kebetulan sekali membentuk 45 derajat dari samping kirinya agak ke belakang.
Hmm betapa beruntungnya diriku. Hingga akhirnya dia melakukan gerakan mendinginkan. Keringat membasahi bajunya, tercetak jelas di punggung dan dada, sehingga cetakan puting itu terlihat jelas sekali, ketika dia memutar badan ke kiri dan ke kanan.
Hingga akhirnya aku dibuat malu. Ketika aku memperhatikan dia, dia pun memperhatikanku lewat pantulan kaca cermin yang berada di depannya ketika aku mengalihkan pandangang ke kaca. Dia tersenyum lewat pantulan cermin. Entah berapa lama dia memandangku sebelum aku sadar melihatnya. Aku langsung memesan muka dan beranjak dari alat yang kupakai.
Aku segera mengganti pakaian untuk berenang. Segera kuceburkan diri untuk mendinginkan otak. Dua atau tiga balikan kucoba berganti gaya hingga akhirnya balikan ke empat gaya punggung, kepalaku menabrak seseorang dan terjatuh ke udara. Sama-sama kami berbalik dan setelah berbalik ku sadar yang ku tabrak adalah pantatnya si dia yang telah mengganti pakaian renang, potongan high cut di pinggul dengan warna floral biru yang seksi. Kini cetakan putingnya tersembunyi dibalik cup baju renangnya, membuat sedikit kecewa.
“Eh, maaf Mbak, gak kelihatan, habis gaya punggung sih” kataku meminta maaf.
“Nggak kok Mas, aku yang salah, nggak lihat jalur orang berenang”, jawabnya sambil mengusap muka dan rambut ke belakang.
Si dia tersenyum kembali ke arahku, sambil lirikan matanya menyapu dari muka hingga bagian pusarku.
“Kenalan dong, aku Ari”, kataku sambil menyodorkan tangan.
Dijabatnya sambil berkata ”Lidia”, jawabnya.
Kami menepi ke bibir kolam, sambil mencelupkan diri ke batas leher masing-masing. Kami duduk bersampingan.
“Baru disini Mas?”, Lidia mulai lagi membuka pembicaraan.
“Iya, tapi jangan panggil Mas, Ari aja cukup kok. Aku asli Bandung, tapi memang baru kesini Aku kerja di Jakarta. Kamu Lin?”, balik bertanya.
“Aku asli Bandung juga, kerja di salah satu bank swasta, jadi CS. Deket sini kok, seberangan. Aku biasa aerobik dan berenang disini, duahari sekali, yang ada jadwal aerobiknya saja”.
Pembicaraan kami berkembang dari hal kerjaan yang mengarah ke hal-hal yang lebih pribadi. Lidia baru putus dengan pacarnya, kira-kira dua minggu yang lalu. Keluarga pacarnya tidak setuju dengan Lidia dan pacarnya dijodohkan dengan orang lain pilihan keluarganya. Agak sedih Lidia bercerita hingga…
“Li, balapan yuk ke seberang, gaya bebas”, ajakku.
“Hayo, siapa yang takut?”, jawabnya.
Kami berdua berlomba sampai sebrang. Aku sedikit curang dengan mendorong bahunya ke belakang sehingga Lidia sedikit tertinggal. Pada saat aku duluan di seberang..
“Ary, kamu curang, kamu curang”, rengeknya sambil dipukul-mukul diterima.
Aku tertawa-tawa dan bergerak mundur menjauhi Lidia . Dia mengejarku, sampai akhirnya “Byurr” , aku terjatuh kebelakang. Kakiku menyenggol kakinya hingga diapun terjatuh dan kami berdua tidak sengaja berpelukan. Dadanya yang empuk menyentuh dadaku, membuat batangku kembali membengkak. Ketika sama-sama berdiri, kami masih berpelukan meski agak renggang.
Kami saling memandang, kemudian Lidia memelukku kembali. Kesempatan ini tidak ku sia-siakan dengan memeluknya. Udara Bandung yang dingin pada sore yang beranjak malam tersebut, menambah kuatnya pelukan kami. Batangku yang sedari tadi menekan menyentuh perut bagian bawah Lidia, atau tepatnya diatas kemaluan Lidia sedikit. Pantat Lidia bergerak mendorong, hingga batangku geli terjepit antara perut Lidia dan perutku. Berulang-ulang Lidia melakukan itu, sehingga darahku berdesir.
“Emhh.”, Lidia bergumam.
Sadar aku berada di tempat umum, walaupun kolam renangnya agak sepi, hanya ada tiga orang selain kami, membuatku agak melepaskan pelukan meski sayang untuk dilakukan.
“Li, mending kita sauna yuk!”, ajakku menetralkan suasana.
Lidia terlihat agak kecewa dengan sikapku yang sengaja kulakukan.
“Oke!”, jawabnya singkat.
Kami berdua mengambil handuk di kursi pinggir kolam, dan berjalan bersamaan, menuju ruang sauna yang tak jauh dari kolam renang. Terbayang apa yang dilakukan Linda saat di kolam, membuatku menjelaskan jauh menyusun rencana dengan Lidia selanjutnya.
“Kosong.”, kataku dalam hati melihat ruang sauna.
Kami berdua masuk, dan saya sengaja mengambil tempat duduk dekat pintu, sehingga orang lain tidak dapat melihat kami beruda melalui jendela kecil pintu sauna.
“Li.”, belum sempat aku bicara, Lidia menciumku di bibir.
Bibir kami saling berpagut melakukan french ciuman. Penetrasi lidah Linda di mulutku, menunjukkan dia sangat berpengalaman. Tangan Lidia memegang dadaku, lalu mengusap perut hingga sampai pada batangku yang sudah berdiri dari tadi. Lidia meremas batangku yang masih terbungkus celana renang, sementara kuremas dua gunung montok. Betapa kenyal dan kencang sekali payudaranya.
Suhu ruang sauna menambah panasnya hawa disana. Kubalik Lidia membelakangiku. Kuciumi tengkuknya, dan ku remas payudaranya”.Emhh.. Ari.. ahh”, Lidia melenguh. Ku susupkan ke payudaranya, dari celah baju renangnya. Ku pilih putingnya, dan membuat Linda sedikit menjerit, dan menggelinjang. Untungnya ruangan sauna kedap suara.
“Ari, aku butuh kamu Ri, .. malam ini saja.. ahh.”, Lidia berbisik di telingaku, sambil masih kumainkan putingnya.
“Lanjutkan di kamarku yuk,..!” ajakku.
Punggung Lidia menjauhi badanku dan berbalik.
“Kamu cek in di s*****.?”, tanyanya dengan muka sedikit gembira.
“Bukannya kamu.”.
“Ya sayang.”, sambil akhirnya kutempatkan jari telunjukku di mulut.
Akhirnya kujelaskan alasanku.
Satu-satu kami keluar dari ruang sauna. Lidia konstruksi ke ruang ganti. Begitupun diriku. Setelah siap, Lidia menunteng tasnya dan kami pun berjalan bersamaan. Kami berjalan sambil memeluk pinggang masing-masing, layaknya sepasang kekasih yang sudah lama pacaran. Setelah mengambil kartu kunci dari recepsionist, kami naik ke kamarku di 304.
Setelah masuk, pintu ditutup, dan langsung kami merebahkan diri di kasur. Untung ku pilih tempat tidur sharing. Lidia masih mengenakan baju seragam banknya, lengkap dengan blazer, sepatu hak tinggi dan stocking hitam menggoda. Seksi sekali!
Lidia di bawah sementara aku diatasnya menciumi bibimnya. Sesekali kujilat leher dan telinga. Lidia meracau memanggil-manggil namaku. Kubuka blazernya. Dari blouse putih tipis yang masih menempel, terlihat jelas puting berwarna coklat menerawang. Hmm, sengaja tidak memakai bra pikirku. Kubuka kancingnya satu persatu.
Kujilati dada. Lidahku menyapu dua bukit kembarnya yang mengencang. Rambutku diusapnya sambil dia melenguh dan memanggil namaku berkali-kali. Sesekali kugigit putingnya.
Roknya kusingkapkan, ternyata dibalik stocking hitamnya itu, Lidia tidak memakai CD lagi. Ku jilat kemaluan Lidia yang masih terhalang stocking. Noda basah di bibir vagina tercetak jelas di pantyhosenya. Lidia semakin mecarau dan menggelinjang. Ku gigit sobek bagian yang menutupi vaginanya yang basah. Kujilati labia mayoranya. Perlahan kusapu bibir vagina merah merekah itu. Kucari klitorisnya dan kumainkan lidahku di sana.
Lidia mengejang hebat, tanda orgasme pertamanya.
“Emhh Arii.. ahh”, Lidia sedikit berteriak tertahan.
“Makasih sayang.. oh.. benar-benar nikmat..!”.
“Pokoknya ganti stocking ku mahal nih”, Lidia merengek sambil mengernyitkan dahi.
“Oke, tapi puaskan dulu aku Li.”, jawabku sambil rebahan di kasur.
Lidia kemudian berbalik dan berada di atasku. Blouse terbuka yang masih menempel disingkirkannya. Hingga terpampanglah dua bukit yang menggantung di atasku. Vagina basah Lidia terasa di perutku. Rok yang tersingkap dilepasnya lewat atas. Tinggal stocking yang masih menempel, sepatunya pun sudah lepas.
Lidia kembali menciumiku. Lidahnya menyapu dadaku dan putingku. Sesekali menjanjikannya, menggelinjang juga kegelian. Kemudian lidahnya menyapu perutku hingga sampai ke batang penisku yang tegak. Lidia mengocoknya perlahan. Ujung lidahnya menari di lubang kencingku. Rasa hangat itu terasa manakala lidahnya menyapu seluruh permukaan penisku. Seluruh batang penisku terbenam di mulut Linda. Sambil dikocok, keluar masuk mulut Lidia.
“Ohh..!” aku pun tak luput mercau.
Hampir terasa puncakku tercapai, kudorong Lidia menjauhi penisku, aku bangun dan tergeletak di belakang linda.
“Masukkin Ri, tolong persetan denganku, Ohh.. arrghh.. Arii!”, Lidia berteriak seiring dengan masuknya batang penisku sedikit-demi sedikit lewat celah stocking yang kugigit tadi.
“Bless.”…Pantat Lidia bergerak maju mundur, demikian juga pantatku, saling berlawanan.
“Oh.. ooh.. ahh.. ahh.. Ya Tuhan, .. persetan denganku lebih keras.. Aaahh.. Arii.. ya”, begitulah kalinat tak beraturan meluncur dari mulut Lidia, bersamaan dengan gerakanku yang semakin capatnya.
Ku remas-remas bongkahan pantat seksinya. Lidia menjilati jari-jarinya sendiri.
“Mmhh.. Aaahh.. mmh.”, desah Lidia yang semakin bernafsu untuk menggenjot pantatku.
Kemudian kami mengganti posisi. Aku berbaring dan Lidia berada di atasku. Lidia mengambil ancang-ancang untuk memasukkan penisku ke dalam vagina basahnya. Lidia terlebih dahulu mengusap-usapkan penisku di bibir vaginanya. Aku makin kelojotan dengan perlakuan Lidia. Centi demi centi penisku dilahap vagina Lidia.
“Blessh.”, lengkap sudah penisku dilahap vaginanya.
Lidia bergerak turun naik beraturan. Payudaranya bergoyang naik turun pula. Pemandangan indah terebut tidak kulewatkan saat badanku bangun, dan wajahku disapa payudaranya. Kuremas dua gunung kembar yang begoyang mengikuti irama simpunya. Kujilati dan kusedot bergantian.
“Errgh.. erghh.. ahh.”, Lidia mendesah tanda menikmati genjotannya sendiri.
Kini kutarik tubuh Linda ikut sehingga terbaring di atas tubuhku. Ku mulai menggenjot pantatku dari bawah. Lidia teridam dan menengadahkan kepalanya, dan sesaat kemudian Lidia berteriak meracau.
“Arrgghh.. oohh.. aah.. enakkhh.. aahh.. nikmathh.. ooh.”, serunya.
Kuyakin posisi seperti ini membuatnya merasakan sensasi yang tiada duanya.
5 menit dengan posisi seperti itu, Linda mengejang, dan berteriak panjang”, AARRGHH.. Shit.. Uuuhh.. Ari.. aaihh.”, tanda dia mencapai orgasme.
Terlepas penisku dari vaginanya tatkala Lidia ambruk di sisiku. Lidia ngos-ngosan kecapean. Kini giliranku untuk mendapatkan kepuasan dari Linda. Kubalik tubuh penuh keringat yang mengkilat terkena cahaya lampu. Benar-benar seksi sekali dia saat itu. Kubuka kedua kakinya, dan ku lucuti stocking hitam yang masih menempel di kakinya yang mulus. Terlihat indah kaki nan putih mulus dari pantat hingga betis. Kujilati lubang anus Lidia, dan membuat dia sedikit mengangkat pantatnya keatas.
“Tolong.. Ari.. jangan sekarang.. Beri aku istirahat.. Ohh.”, ratapnya ketika mendapat perlakuanku.
Aku tak mempedulikan ratapannya. Justru aku semakin gila dengan perlakuanku, menjilati lubang anusnya dan membuat penetrasi di lubangnya dengan lidahku. Area perineumnya pun tak luput ku jilati. Hingga akhirnya kuputuskan untuk mensodomi Lidia, karena kulihat lubang anus Linda agak sedikit besar dibandingkan orang yang belum pernah disodomi.
“Li, siap ya.”, kataku sambil mengusapkan ludahku pada penis yang masih berdiri tegak.
“Apa, mau apa Rii.. kamu ma.. AAHH, .. Arii.. Janng.. aahh”, belum selesai Linda bicara, aku telah menancapkan penisku di anusnya.. begitu hangat, sempit dan lembut.
Kutarik kembali perlahan dan kumasukkan lagi. Iramanya ku percapat. Lidia pasrah, dan meracau tak karuan.
“Eh.. Ehh.. gimana,.. eh.. enak.. lin..?, tanyaku sambil menggenjot pantat Linda seksi nan aduhai.
“Ohh.. Arri..eh.. aagh.. selamat menikmati rii.. ah.. Sial.. Ayo.. lebih keras sayang.”, jawabnya.
10 menit aku memanaskan batang penisku di anusnya, terasa cairan sperma sudah ada di ujung kepala penisku. Buru-buru kutarik keluar penisku, dan kubalik Linda menghadapku. Sambil kukokok, spermaku muncrat di muka Lidia. Lidia yang belum siap menerima spermaku di mukanya, mengelengkan kepala kiri dan kanan, hingga spermaku membasahi rambut dan pipinya. Hingga akhrinya mulut terbuka, dan sisa semprotan spermaku masuk ke mulut. Setelah spermaku habis, dia mengulum penisku. Aku yang masih merasakan geli namun nikmat, semakin menikmati sisa-sisa oragasme panjangku.
“Tuhan.. Terima kasih sayang.. Lidia.”, kataku sesaat setelah roboh ke samping Lidia.
“Curang lagi kamu Rii, .. Tau gitu ku minum semuanya.. kasi tau kek mau mucrat di muka, gitu”, Lidia menjawabnya.
Aku hanya tersenyum. Tak terasa kami bercinta cukup lama, hingga jam 10 malam.
Akhirnya Lidia memutuskan untuk bermalam di kamarku. Kami masih melakukannya beberapa kali hingga subuh. Toh, hari itu akhir pekan dan Lidia memang libur di hari Sabtu. Pertemuan pertama itulah pula yang membuat kami berpacaran selama 6 bulan hingga akhirnya kami putus. Masih banyak Lidia yang lain. Bagi pembaca (wanita) yang ingin menjadi Lidia denganku, call me saja ya. Kutunggu curhatnya.