Ngentot Bersama Guru Saat Naik Gunung
Cerita Sex ngentot bersama guru saat naik gunung . Ini lah cerita ku waktu Sma dulu. Kami sudah memiliki tujuan libur sekolah untuk pergi najak gunung. Timnya? 5 cowok, 5 cewek, plus dua guru: Bu Manda, guru biologi yang galak abis, sama Pak Dandi, guru olahraga yang playboy banget. Cuaca? Bener-bener nggak support, bro. Walaupun sekarang lagi hujan kami akan terus untuk melanjutkan perjalanan kami nanjak gunung.
Tapi, ada satu yang bikin gue agak kesel. Si Bu Manda, yang orang-orang bilang judes dan anti cowok. Katanya sih dia lesbi, atau patah hati gitu, makanya sekarang alergi sama cowok. Padahal, Bu Manda ini kece parah umur belum 30, sarjana, tinggi, kulit kuning langsat, body goals banget. Sementara temen-temen cewek lain? Rame, bawel, tapi cakep-cakep dan asik. Nah, cowok-cowoknya? Jujur aja, semuanya player, termasuk Pak Dandi!
Perjalanan awal sih chill banget. Dari kumpul di sekolah sampe nyampe pos penjagaan di kaki gunung, semua lancar jaya. Kita jalan bareng lewat jalur setapak, seru-seruan. Pas siang, masuk hutan lebat, bro. Monyet-monyet liar pada ngegas, galak pula! Sorean, kita istirahat bentar buat ngemil dan minum, terus lanjut jalan.
Pak Dandi bilang, “Bentar lagi sampe, guys!” Namun sangat melelahkan dan akhirnya kami terpisah menjadi 2 orang untuk jalan bersama. Yang bikin gua males, gua harus berdua jalan bersama bu Manda. Plus, disuruh bawa barang bawaannya yang berat banget. Dia bawel, bro, tiap dikit minta istirahat, 10 menit, 15 menit. Betisnya yang putih mulus itu sampe bengkak saking kecapeannya.
Kita lanjut jalan, tapi plot twist: rombongan depan ilang! Bener-bener nggak kelihatan, bro. Kita panik, teriak-teriak manggil, nggak ada jawaban. Yang kedengeran cuma suara monyet ngamuk, burung-burung, bahkan ada auman harimau! Bu Manda langsung ketar-ketir denger harimau. Akhirnya, kita cuma ikutin naluri, jalan di setapak yang keliatannya bener, soalnya cuma itu jalur yang ada.
Tapi, apes banget, kabut tiba-tiba turun. Dingin, lembab, hujan gerimis, hari mulai gelap. Bu Manda minta istirahat, kita berteduh di bawah pohon gede. Pas malam, kita nyadar: kita nyasar! Rombongan depan nggak ketemu-ketemu. Akhirnya, kita mutusin buat nginep di semacam goa kecil di tepi batu cadas.
Air hujan makin lebat, dan kabut makin banyak, udara dinginnya bener bener sampe menembus kulit kami. Baju gue basah kuyup, Bu Manda juga. Dia ngigil kedinginan. Dalam sekejap, gelap banget, angin kencang bikin suasana makin horor. Kami pun udah menyadari bahwa kami berdua udah tersesat di gunung.
Tanpa sadar, Manda , yang kedinginan banget, tiba-tiba peluk gue. “Maaf, ya,” katanya pelan. Gue cuma diem, eh dia malah minta gue peluk dia lebih erat biar badannya anget. Kami berpelukan semakin erat, ditambah hujan campur angin yang sangat lebat, ddingain kali saranya. Kalau nggak salah, hujan turun hampir tiga jam, dan selama itu kita berpelukan buat nahan dingin.
Saat hujan berenti kami langsung nyari tas dan nyari baju kering. Jaket kita udah basah kuyup. Baju bu Manda habis basah semua, sedangkan aku hanya tersisa satu jaket saja di tas. Dia minta pinjem jaket gue, dan gue okein. Tapi, bro, apa yang terjadi? di saat hawa dingin dan gelap gulita, melepas semua pakaian yang ada di badannya dengan pakaian yang kering. Dari jaket, kaos, sampe BH-nya! Gue ngeliat sekilas tubuhnya, cuma samar-samar soalnya gelap. Dia santai aja, tapi payudaranya keliatan sekilas. Tiba-tiba, dia peluk gue lagi.
“Dingin banget, Wendi,” katanya. “ iyalah, kamu telanjang bulat,” kataku sambil seloro
“Terus gimana? Semua basah. Tolong pakein jaketmu, dong,” pintanya.
Gue bantuin dia pake jaket parasut itu. Saat aku hendak masukin tangannya ke baju, tanpa sengaja tanganku menyenggol teteknya. “Maaf, BU,” gue buru-buru bilang.
“Gapapa, kok,” jawabnya santai.
Jantungan, bro. Dingin-dingin tiba-tiba gue ngerasa hangat, entah kenapa. Manda ngerangkul gue lagi, “Masih dingin,” katanya. Gue peluk dia erat-erat. “Udah anget, Bu?” tanya gue. “Iya, anget banget. Peluk lebih kenceng, dong,” pintanya. Ya udah, gue peluk makin erat.
Aku terheran, Bu Manda macam gak ngerasaain dingin lagi, dan aku juga. Tiba-tiba dia ngeraba bibir gue, dan refleks gue cium bibirnya. Aku agak sedikit ke belakang, “Sorry, Bu,” kataku kaget.
“Gapapa, Wendi. Kita kan sama-sama butuh. Emang keadaan seperti ini membuat kita menimbulkan hasrat nafsu, aliran darah menjadi hangat, agar kita tidak kedinginan lagi,” ucapnya santai.
Kami berpelukan lagi, sambil cipokan lagi, dan tidak adar tangan ku meremas tetknya. Dia diem aja, malah kayak makin nafsu. Lalu kedua jari jari tangannya turun ke dalam celana ku dan dan meremas kontolku. Kita masih ciuman, tangan Manda gerak-gerak ngocok “kontolku”. Gue juga nggak kalah, tangan gue nyusup ke memek nya Manda. Astaga, ternyata dia udah lepas celana dalamnya dari tadi! Karena gelap, gue nggak ngeh. bibir mem ek nya terasa sangat anget banget dan berbalut bulu tipis.
Lalu bu Manda melepas semua pakaiannya dan aku juga melepas semua pakaian gua dan kami pun telanjang. Tanpa pikir panjang, gue lepas semua. Kita guling-gulingan di semak-semak, beneran bercinta di tengah gelap gulita. Kita ganti-ganti posisi, Manda minta gue di bawah, dia di atas. Goyangannya, bro, kayak pro banget! Padahal belum nikah, kok pinter?
“Kamu kuat, ya?” bisik dia mesra.
“Lumayan, sayang,” gue jawab setengah bisik.
“Biasa main di mana?” tanyanya tiba-tiba.
“Ada apa, sayang?” gue balik nanya.
“Udah, gpp,” katanya sambil lepasin memek mnya dari kontolku. Terus, dia langsung ngisap dan jilatin kontol gue tanpa jijik sama sekali.
Dia minta gue isap payudaranya, lalu dorong kepala gue ke arah memk nya. Gue jilatin tanpa ragu. Tiba-tiba dia minta ngesex lagi, lagi, sampe akhirnya gue ejakulasi. Gue sempet nanya, “Gimana kalau hamil?”
“Jangan khawatir,” katanya santai.
Setelah beresin diri, dia peluk gue lagi. Malam semkain gelap bintang di langit udah tampak kelihatan. Jam 12 malem, bulan bersinar terang. Wajah Manda keliatan anggun banget. Kita ngobrol random, dari kondom, sekolah, sampe nasib guru. Jam 3 pagi, dia minta ngesex lagi, katanya kontol gue enak banget. Gue bingung, dari mana dia tahu rasa kontol macem-macem? Katanya kan lesbi, nggak punya pacar?
Gue turutin aja. Bu Manda sangat pandai sekali, dia mau main pakai banyak gaya. Kita lupa sama dinginnya malam, gatalnya semak-semak. Dia tarik tangan gue ke payudaranya, minta diremes. Lalu ia mau di kocokin memek nya , sembari dia mengocok kontol ku yang udah sangat keras banget, dan juga menghisap semua kontolku. Lali kami pun ngentot lagi dengan berbagai macam gaya sampai kami berdua pun ke capean.
Manda bilang nggak usah nyusul rombongan yang ilang. Besoknya, kita mutusin kemah sendiri, cari spot yang nggak bakal ketemu mereka. Kita nemu tempat kece di tepi jurang, ada goa kecil dan sungai jernih, rimbun, romantis abis. Kita kayak Tarzan sama pasangannya di hutan. Baju kita basah semua, jadi Manda cuma pake kain dililit di perut buat nutupin memek nya. Gue? Telanjang bulat, baju dijemur di pinggir sungai. Manda dengan outfit minim itu bikin gue horny terus, dia juga kayaknya.
Tiga hari kita di tempat itu, hidup dari mi instan sama makanan kaleng. Hari terakhir, kita cuma ngobrol dan mesra-mesraan. Besoknya, kita harus pulang. Di hari terakhir yang cerah, Manda ngajak mandi bareng di sungai yang rimbun. Kita berendem, pelukan, lalu ngesex lagi. Ia menggiring kontol ku untuk menuju lubang memek nya dan semabi pinggang nya di genjot. Gue balas, dorong ke memek nya makin dalam, sampe kita puas banget.
Dan sekarang posisi bu Manda berada di sebuah batu besar di tepian sungai, ia telntengan dengan pose yang bikin aku semakin bernafsu. Dia membuka pahanya lebar-lebar, memek nya terlihat jelas. Lali ia menyuruhku untuk menghisap dan menjilati semua bagian memek nya sapai ke daerah itil nya. Manda kelihatan nikmat banget, matanya merem-melek. Terus, dia minta gue masukin jari tengah ke lubang memek nya, tekan dalam-dalam. Nggak lama, dia nyuruh gue yang baring. Kontol gue dielus-elus, dicium, dijilat, sampe diisap sama dia, lidahnya main-main. “Tahan, ya, jangan keluar dulu!” pintanya serius.
Dia isap kontol gue dalam-dalam. Pas udah nggak tahan, Manda naik ke atas gue, masukin kontolku ke memeknya. Goyangannya, bro, luar biasa! Tapi dia yang “keluar” duluan, nyubit gue, nyambak rambut gue, teriak keenakan. Aku pun ikut keluar juga dan akhir nya sperma ku semua tumpah di dalam memeknya.
“Jahat, kamu!” katanya manja sambil ngepuk gue pelan. Gue cuma nyengir. “Wendi, aku kalah mulu sama kamu,” katanya lagi. Kami pun akhirnya kelelahan dan tertidur di atas batu.
Besoknya, kita cabut dari tempat tak terlupakan itu. Kita janjian, suatu saat bakal balik lagi. Agar kami tidak bertemu dengan rombongan yang lainnya, kami memutar jalan ke arah desa terpencil, lalu menuju jalan besar dan naik bus untuk pulang ke rumah. Sepanjang jalan, kita pelukan terus di taksi. Manda cium pipi, bibir gue, sambil bisik, “Aku suka kamu.” Gue balas dengan kata-kata mesra. Tangan Manda nggak berhenti nyelonong ke celana gue, pegang kontolku. Ia tau aku nembak di dalam celana , namun tangannya terus mengocok kontol ku! Gue peluk dia erat, nyuruh supir nggak boleh nengok ke belakang. Tiga kali gue “keluar” gara-gara ulah tangannya.
“Lemas, sayang,” bisik gue.
“Biarin, aku suka,” balasnya mesra.
Aku juga gak ke tinggalan, tangan ki langsung masuk ke dalam celananya Manda. Astaga, dia nggak pake celana dalam! tangan ku langsung ngocok memek nya namun dia hanya tersenyum tipis. Bulunya gue tarik pelan, dia meringis. Bibir memek nya bener bener becek danbanyak cairan yang keluar, membuat ia men jadi sange kembali. Tangan kita sama-sama basah. Setelah kami tiba di rumah bu Manda , ia langsung menyuruhku untuk segera kembali ke rumah agar tidak ada orang yang curiga. Dia kasih dua lembar lima puluh ribu buat taksi, tapi gue tolak, biar gue bayar.
Pada kami di sekolah kami terlihat biasa saja dan tidak ada yang aneh. Namun kawan kawan ku mulai ada yang tau dan guru lainnya juga. Kita sering ketemuan di tempat khusus: hotel luar kota, pantai, bahkan liburan 12 hari di Bali. Pas lulus SMA, Manda minta gue nggak lupa kenangan kita. Dia ajak gue ke hotel buat “perpisahan” sebelum gue kuliah di Australia. Malam itu, dia cantik, lembut, mesra, tapi sedih banget. Gue bilang, meski beda umur jauh, gue mau nikah sama dia. Manda kasih gue cincin berlian miliknya, gue kasih kalung emas bermata zamrud. Cincinnya cuma muat di kelingking gue, kalung gue langsung dia pake setelah dicium. Dia bilang mau berhenti ngajar, sakit hati kehilangan gue, dan lanjut S2 di Amerika.
Bertahun-tahun kita lost contact. Tiba-tiba, undangan nikah dari Dra. Manda Malika, M.Sc. datang ke apartemen gue. Dia nikah, resepsi di hotel bintang lima Jakarta. Gue dateng sama kakak dan Papa. Pas ketemu, Manda nggak kuat, peluk gue erat di tengah keramaian, nangis kejer.
“Aku kangen, Wendi. Aku sayang kamu. Andai laki-laki di pelaminan itu kamu,” bisiknya lirih.
Semua orang notice, kakak dan Papa bingung. Gue usap air matanya, bilang gue udah selesai S1 dan mau S2 di Amerika. Gue janji bikin laboratorium namanya “Manda ”. Dia setuju, masih nangis. Dan setelah aku kenalan sama lakik nya aku pun pergi karna tidak kuat dengan semua yang terjadi.
7 tahun kemudian, aku pun sudah nikah, punya anak cewek bernama Ariana Malika, persis nama dia. Gue kabarin, dia dateng ke rumah gue di Bandung, bawa anak cowoknya bernama Wendi, beda tiga tahun sama anak gue. Getaran aneh masih ada, tatapan Manda masih panas, senyumnya menggoda. Kita sepakat jodohin anak-anak kita kalau Tuhan izinin.